Sejarah Romawi dapat dirasakan dengan mendatanginya. Sebuah monumen
bersejarah berbentuk kolosium yang teruji melewati masa dengan kekokohan
bangunannya sejak zaman antik hingga kontemporer. Sebuah permata yang
ditinggalkan oleh bangsa Romawi.
Monumen ini berada di kota
Nïmes, menjadi nomor satu di Perancis sebagai arena yang masih terjaga
kelestariannya. Terpilih menjadi salah satu dari monumen terindah di
dunia. Arena yang berada di tengah kota antik, kaya akan peninggalan
Romawi yang padat dengan festival dan pesta.
Kota kecil namun
turistik dan simpatik saat berjalan menyusuri jalanan kecil berbatu.
Restoran, kafe tempat pelepas lelah kebanyakan memiliki dekorasi
interior campuran antara Perancis Provençal dan Occitan. Suvenir yang
ditawarkan juga kadang didominasi oleh gambar banteng hitam.
Kota
Nïmes juga terkenal dengan pesta corridanya, di mana banteng dilepas,
memburu manusia yang berlari ketakutan namun sesekali mengejek
keperkasaan si binatang sehingga membuat banteng makin berang.
Kota
ini menjadi acuan bagi saya untuk kenalan kami yang akan datang ke
daerah Perancis Selatan. Dari sisi transportasi terbilang mudah.
Menggunakan kereta dari Paris hanya memakan waktu kurang dari 3 jam,
padahal berjarak 720 km. Namun berkat menggunakan kereta berkecepatan
tinggi (TGV) maka jarak yang jauh pun menjadi singkat.
DINI KUSMANA MASSABUAU Suasana di dalam Arenes de Nimes.
Dan yang memudahkan adalah stasiun di kota ini menjadi sarana penting
untuk pergantian tujuan ke kota lainnya. Tak heran banyak orang yang
sengaja, sebelum meneruskan ke tempat wisata lainnya singgah terlebih
dahulu di Nimes untuk mengagumi peninggalan antik zaman kejayaan Romawi.
Apalagi, dari stasiun kereta, tanpa kesulitan hanya dengan jalan kaki
sekitar 5 menit, Arènes de Nïmes langsung menyambut kedatangan kita.
Karena
tak terlalu jauh dari tempat saya tinggal, maka mobil menjadi pilihan
saya untuk mengunjungi setiap kali membawa kenalan ke kota yang
didirikan oleh Nemausus yang menurut legenda adalah anak dari Hercules.
Setelah
14 tahun menjadi penduduk Perancis, entah sudah berapa orang yang saya
ajak mendatangi Amphiteater yang tercatat di UNESCO sebagai monumen
bersejarah dunia ini. Terakhir saya membawa teman dari Jerman yang
datang mengunjungi kami sekaligus pelesir ke beberapa tempat di
Perancis. Tentu saja, mereka langsung saya ajak melancong ke Nïmes, dan
arena di kota ini yang pertama saya persembahkan kepada pasangan itu.
Teman
saya, termasuk orang yang senang melakukan perjalanan, baik dalam
maupun luar negeri. Tapi saat mereka berada di depan Arènes de Nïmes ini
rasa senang tak bisa saya tutupi melihat kepuasaan mereka. Apalagi saya
kenal betul dengan mereka berdua adalah pengagum bangunan peninggalan
Romawi.
"Amazing, is extraordinary!". Kalimat pembuka
sebagai pujian yang dilontarkan teman saya itu. Dia terkagum, bukan
hanya karena arena ini memang memukau, karena saat dirinya berkeliling,
keutuhan bangunan yang masih bisa digunakan sebagai tempat acara hingga
masa ini yang membuatnya terkagum.
DINI KUSMANA MASSABUAU Turis mancanegara mengunjungi Arenes de Nimes.
Memang, amphiteater di Perancis berjumlah banyak, namun hanya di Nïmes
inilah arena berbentuk oval dengan panjang 133 meter dan lebar 101
meter, seolah tak pernah mengalami benturan zaman di masa itu yang padat
dengan peperangan.
Padahal pada abad ke-6, Arènes de Nïmes yang
dapat menampung sebanyak 24.000 orang di zaman antik itu berubah fungsi
menjadi benteng pengungsian bagi penduduknya saat kota ini menghadapi
serangan musuh. Serangan musuh yang menyebabkan jatuhnya kekaisaran di
masa itu. Penduduk mengungsi dalam arena, menutup lobang-lobang batu,
membangun parit di sekeliling arena.
Selama bertahun-tahun yang
penuh gejolak kaum Visigoth mencoba bertahan dalam benteng. Sementara di
Hispania dan Septimania, keruntuhan kaum Visigoth terus berlangsung,
belum lagi invasi bangsa muslim yang datang ke Eropa menaklukan para
raja. Perang itu membuat para bangsawan dan penduduknya untuk tetap
bertahan dalam Arènes de Nïmes untuk berlindung dari serangan dan
gempuran musuh.
Para bangsawan yang telah terbiasa hidup di dalam
amphiteater ini, pada abad ke-8 mulai membangun istana. Bahkan dua
gereja dibangun. Arena yang pada awalnya digunakan sebagai tempat
pertunjukan bangsa Romawi berubah wujud menjadi kota kecil dengan
penduduk sekitar 700 orang. Barulah pada 1786, gereja, istana dan rumah
penduduk, dihancurkan atas perintah penguasa saat itu.
Pemimpin
merasa, kejayaan dan kegunaan dari amphiteater harus dikembalikan ke
semula. Mengembalikan penampilan aslinya, memulihkan peninggalan atas
kebesaran Romawi. Arsitek Henri Revoil lantas menyelesaikan restorasi
monumen bersejarah ini pada abad ke-9.
DINI KUSMANA MASSABUAU Arenes de Nimes dilihat dari atas kincir angin raksasa di Nimes.
Meskipun sudah tak bisa terhitung berapa kali saya menyapa bangunan yang
memiliki ketinggian 21 meter dan terbagi dua tingkat itu, tetap saja,
tradisi menyalaminya selalu tak membosankan. Pertama, saya akan mengajak
orang yang baru pertama kali melihatnya, untuk langsung melihat patung
matador yang berada di muka arena. Ini merupakan simbol jika Arena Nïmes
masih tetap digunakan untuk tempat adu banteng dengan lawannya, matador
yang dengan perkasa dan nyali besar, meliak-liuk dengan kain merahnya,
menepis kemarahan si binatang, menghindar dari serangan tajam dua tanduk
lawannya.
Corrida atau pesta pertarungan banteng yang dari tahun
ke tahun selalu membuat polemik bagi masyarakat Perancis yakni
mempertahankan tradisi atau menghapuskan kebiadaban terhadap hewan.
Bulan Februari adalah pesta corrida bagi kota Nïmes dan Arènes de Nïmes,
akan menjadi ajang saksi pertarungan antara matador dan banteng.
Hanya
sekali, saya dan keluarga suami, melihat keramaian corrida di sini.
Kebesaran terasa sekali saat itu, namun melihat, binatang dengan darah
bercucuran, masih mencoba mengerahkan segala kekuatan hingga akhirnya
tewas, membuat saya sempat merasa seolah tenggelam zaman dahulu di mana
para gladiator dan hewan buas, saling bertarung, mempertahankan nyawa.
Sangat tragis dan memilukan, bagi saya pribadi. Bangunan yang didirikan
dengan arsitek canggih dan kompleks 2.000 tahun lalu itu di mata saya
adalah sebuah karya seni.
Selanjutnya saya akan memulai
mengelilingi amphiteater, menikmati dari luar kekokohan dan
keindahannya. Melihat bagaimana, lengkungan yang bolong seolah sebuah
lorong, gelap tak bisa ditebak dalamnya seperti apakah. Setelah puas
menikmati sisi luar, barulah mulai memasuki gerbang besi untuk menengok
bagian dalam Arena Nïmes ini. Tentu saja, kunjungan ke dalam bangunan
bersejarah ini harus membayar tiket mulai dari 7 euros.
Biasanya
memang setelah masuk langsung ingin melihat bagian lapangannya. Namun,
bagi saya yang memukau harus menjadi terakhir yang dilihat. Banyak
memang, kenalan yang tak sabar, bahkan mendumel. Pasalnya, setelah
masuk, masih saya ajak memutar sebentar melihat bagaimana lorong dengan
atap tempat para penonton duduk, justru juga menjadi bagian penting dan
menarik untuk diselusuri. Barulah kemudian, menaiki sedikit anak tangga
dari batu.
DINI KUSMANA MASSABUAU Festival memperingati masa kejayaan bangsa Romawi di Arenes de Nimes.
Arena Nïmes memang dibangun dari batu berkapur yang mengandung silika,
kuat dan bebas nitrat. Naiklah hingga mencapai bagian paling atas arena
ini. Pandanglah ke bawah, tempat di mana para bangsawan dan kaisar
Romawi mendapatkan hiburan. Julius Cesar adalah salah satu raja yang
gemar menyaksikan tontonan kesukaannya, pertarungan hewan melawan
manusia.
Untuk selalu mengenang masa jaya Romawi, setahun sekali
para Nimois (masyarakat Nïmes), mengadakan pesta zaman antik. Mereka
mengenakan pakaian bangsa Romawi lengkap dengan kereta kuda, dan para
prajurit dengan atribut seragamnya pada masa itu. Penonton diajak
tenggelam pada 20 abad silam.
Pertunjukan yang diadakan di akhir
pekan di bulan April atau Mei selama dua hari itu, memadukan antara
sejarah bangsa Romawi dan atraksinya. Saya dan anak-anak sudah empat
kali sejak pertama diadakannya Festival Romawi ini mendatangi salah satu
harinya.
Bukan hanya anak-anak saja yang senang dengan barisan
berbaju putih ala romawi, namun orang dewasa pun turut antusias
menyaksikan pawai dan pertunjukan di masa Cesar masih berjaya. Pesta
ini memang baru dimulai sejak 2010, namun partisipasi untuk meramaikan
dan memeriahkan pesta Romawi itu membuat banyak masyarakat dari Eropa
lainnya ternyata bersedia untuk turut andil. Misalnya rekonsitusi masa
Romawi, yang di dalam Arènes de Nïmes, dilakukan oleh lebih dari 500
orang dari berbagai penjuru negara.
DINI KUSMANA MASSABUAU Proyeksi pesta cahaya di Arenes de Nimes
Bagaimana anak-anak dan orang dewasa tak merasa senang karena sebelum
pawai itu berlabuh di dalam arena, sejumlah permainan zaman Romawi
ditawarkan kepada pengunjung. Anak-anak saya paling suka dengan panahan.
Apalagi mereka didandani layaknya manusia zaman antik, semakin
semangatlah mereka.
Karena selalu mendapatkan kesuksesan, dari
pesta-pesta yang diadakan oleh kota seni dan sejarah ini, maka saran
saya bagi yang ingin bermalam, sebaiknya memesan kamar jauh hari
sebelumnya.
Tidak hanya masyarakat saja yang ingin berpartisipasi
meramaikan dan mendatangi Arènes de Nïmes sebagai tempat istimewa,
sejumlah artis dunia, ketika mengadakan tour di Perancis Selatan,
memilih Arena Nïmes sebagai panggung pertunjukan show mereka. Dari mulai
penyanyi populer Mika, Metalica, Elton John, mengubah bangunan zaman
antik menjadi semakin romantik dan Bjork dengan keunikan dan energi
suaranya yang menggema. Dan tentunya masih banyak artis beken lainnya
yang menginginkan Arena Nïmes ini menjadi panggung spektakuler mereka.
Sudah
tiga tahun belakangan ini pesta kota seluas 162 km persegi bertambah
satu yaitu pertunjukan menjelang akhir tahun secara gratis bagi publik
berupa pesta cahaya. Pesta yang diadakan di bulan Desember itu
sebenarnya dilakukan untuk tiga monumen penting di Nïmes, dan tentunya
salah satunya adalah Arènes de Nïmes. Di mana setiap malam, dalam rangka
menyambut Natal dan Tahun Baru, arena yang keseharian terlihat gagah
dan kokoh, ketika matahari terbenam, menjadi menggemaskan.
DINI KUSMANA MASSABUAU Proyeksi dengan gambar lucu bagi para pengunjung.
Sisi muka arena, melalui projeksi gambar, tiba-tiba menjadi bergerak,
berdansa, berwarna-warni begitu gempita hingga pengunjung yang
menontonnya dibuat terpukau. Bahkan amphiteater yang terkenal dengan
kekuatan bangunannya, menjadi terbelah-belah. Saat pertunjukan
berlangsung setiap 15 menit dari pukul 6 sore hingga 10 malam itu, wajah
arena di kota penemu celana jean, berubah! Menjadi ceriah, gemerlap,
glamour kadang kocak.
Penonton mulai melontarkan kekagumanya,
anak-anak berteriak dan berjingkrak kegirangan. Anak bungsu kami, dibuat
terheran-heran. "Bagaimana bisa Arènes de Nïmes memiliki
magic untuk berubah-ubah?" tuturnya.
Itulah
Arenes de Nïmes, sebuah monumen bersejarah dari masa lampau yang
bertahan dengan waktu memasuki abad moderen, tanpa sedikit pun
kehilangan kharismanya. Nïmes menghidupkan masa lalu Romawi dan Arènes
de Nïmes salah satu saksinya. (Sumber:
Kompas.com)