Monumen ini berada di kota Nïmes, menjadi nomor satu di Perancis sebagai arena yang masih terjaga kelestariannya. Terpilih menjadi salah satu dari monumen terindah di dunia. Arena yang berada di tengah kota antik, kaya akan peninggalan Romawi yang padat dengan festival dan pesta.
Kota kecil namun turistik dan simpatik saat berjalan menyusuri jalanan kecil berbatu. Restoran, kafe tempat pelepas lelah kebanyakan memiliki dekorasi interior campuran antara Perancis Provençal dan Occitan. Suvenir yang ditawarkan juga kadang didominasi oleh gambar banteng hitam.
Kota Nïmes juga terkenal dengan pesta corridanya, di mana banteng dilepas, memburu manusia yang berlari ketakutan namun sesekali mengejek keperkasaan si binatang sehingga membuat banteng makin berang.
Kota ini menjadi acuan bagi saya untuk kenalan kami yang akan datang ke daerah Perancis Selatan. Dari sisi transportasi terbilang mudah. Menggunakan kereta dari Paris hanya memakan waktu kurang dari 3 jam, padahal berjarak 720 km. Namun berkat menggunakan kereta berkecepatan tinggi (TGV) maka jarak yang jauh pun menjadi singkat.
Karena tak terlalu jauh dari tempat saya tinggal, maka mobil menjadi pilihan saya untuk mengunjungi setiap kali membawa kenalan ke kota yang didirikan oleh Nemausus yang menurut legenda adalah anak dari Hercules.
Setelah 14 tahun menjadi penduduk Perancis, entah sudah berapa orang yang saya ajak mendatangi Amphiteater yang tercatat di UNESCO sebagai monumen bersejarah dunia ini. Terakhir saya membawa teman dari Jerman yang datang mengunjungi kami sekaligus pelesir ke beberapa tempat di Perancis. Tentu saja, mereka langsung saya ajak melancong ke Nïmes, dan arena di kota ini yang pertama saya persembahkan kepada pasangan itu.
Teman saya, termasuk orang yang senang melakukan perjalanan, baik dalam maupun luar negeri. Tapi saat mereka berada di depan Arènes de Nïmes ini rasa senang tak bisa saya tutupi melihat kepuasaan mereka. Apalagi saya kenal betul dengan mereka berdua adalah pengagum bangunan peninggalan Romawi.
"Amazing, is extraordinary!". Kalimat pembuka sebagai pujian yang dilontarkan teman saya itu. Dia terkagum, bukan hanya karena arena ini memang memukau, karena saat dirinya berkeliling, keutuhan bangunan yang masih bisa digunakan sebagai tempat acara hingga masa ini yang membuatnya terkagum.
Padahal pada abad ke-6, Arènes de Nïmes yang dapat menampung sebanyak 24.000 orang di zaman antik itu berubah fungsi menjadi benteng pengungsian bagi penduduknya saat kota ini menghadapi serangan musuh. Serangan musuh yang menyebabkan jatuhnya kekaisaran di masa itu. Penduduk mengungsi dalam arena, menutup lobang-lobang batu, membangun parit di sekeliling arena.
Selama bertahun-tahun yang penuh gejolak kaum Visigoth mencoba bertahan dalam benteng. Sementara di Hispania dan Septimania, keruntuhan kaum Visigoth terus berlangsung, belum lagi invasi bangsa muslim yang datang ke Eropa menaklukan para raja. Perang itu membuat para bangsawan dan penduduknya untuk tetap bertahan dalam Arènes de Nïmes untuk berlindung dari serangan dan gempuran musuh.
Para bangsawan yang telah terbiasa hidup di dalam amphiteater ini, pada abad ke-8 mulai membangun istana. Bahkan dua gereja dibangun. Arena yang pada awalnya digunakan sebagai tempat pertunjukan bangsa Romawi berubah wujud menjadi kota kecil dengan penduduk sekitar 700 orang. Barulah pada 1786, gereja, istana dan rumah penduduk, dihancurkan atas perintah penguasa saat itu.
Pemimpin merasa, kejayaan dan kegunaan dari amphiteater harus dikembalikan ke semula. Mengembalikan penampilan aslinya, memulihkan peninggalan atas kebesaran Romawi. Arsitek Henri Revoil lantas menyelesaikan restorasi monumen bersejarah ini pada abad ke-9.
Corrida atau pesta pertarungan banteng yang dari tahun ke tahun selalu membuat polemik bagi masyarakat Perancis yakni mempertahankan tradisi atau menghapuskan kebiadaban terhadap hewan. Bulan Februari adalah pesta corrida bagi kota Nïmes dan Arènes de Nïmes, akan menjadi ajang saksi pertarungan antara matador dan banteng.
Hanya sekali, saya dan keluarga suami, melihat keramaian corrida di sini. Kebesaran terasa sekali saat itu, namun melihat, binatang dengan darah bercucuran, masih mencoba mengerahkan segala kekuatan hingga akhirnya tewas, membuat saya sempat merasa seolah tenggelam zaman dahulu di mana para gladiator dan hewan buas, saling bertarung, mempertahankan nyawa. Sangat tragis dan memilukan, bagi saya pribadi. Bangunan yang didirikan dengan arsitek canggih dan kompleks 2.000 tahun lalu itu di mata saya adalah sebuah karya seni.
Selanjutnya saya akan memulai mengelilingi amphiteater, menikmati dari luar kekokohan dan keindahannya. Melihat bagaimana, lengkungan yang bolong seolah sebuah lorong, gelap tak bisa ditebak dalamnya seperti apakah. Setelah puas menikmati sisi luar, barulah mulai memasuki gerbang besi untuk menengok bagian dalam Arena Nïmes ini. Tentu saja, kunjungan ke dalam bangunan bersejarah ini harus membayar tiket mulai dari 7 euros.
Biasanya memang setelah masuk langsung ingin melihat bagian lapangannya. Namun, bagi saya yang memukau harus menjadi terakhir yang dilihat. Banyak memang, kenalan yang tak sabar, bahkan mendumel. Pasalnya, setelah masuk, masih saya ajak memutar sebentar melihat bagaimana lorong dengan atap tempat para penonton duduk, justru juga menjadi bagian penting dan menarik untuk diselusuri. Barulah kemudian, menaiki sedikit anak tangga dari batu.
Untuk selalu mengenang masa jaya Romawi, setahun sekali para Nimois (masyarakat Nïmes), mengadakan pesta zaman antik. Mereka mengenakan pakaian bangsa Romawi lengkap dengan kereta kuda, dan para prajurit dengan atribut seragamnya pada masa itu. Penonton diajak tenggelam pada 20 abad silam.
Pertunjukan yang diadakan di akhir pekan di bulan April atau Mei selama dua hari itu, memadukan antara sejarah bangsa Romawi dan atraksinya. Saya dan anak-anak sudah empat kali sejak pertama diadakannya Festival Romawi ini mendatangi salah satu harinya.
Bukan hanya anak-anak saja yang senang dengan barisan berbaju putih ala romawi, namun orang dewasa pun turut antusias menyaksikan pawai dan pertunjukan di masa Cesar masih berjaya. Pesta ini memang baru dimulai sejak 2010, namun partisipasi untuk meramaikan dan memeriahkan pesta Romawi itu membuat banyak masyarakat dari Eropa lainnya ternyata bersedia untuk turut andil. Misalnya rekonsitusi masa Romawi, yang di dalam Arènes de Nïmes, dilakukan oleh lebih dari 500 orang dari berbagai penjuru negara.
Karena selalu mendapatkan kesuksesan, dari pesta-pesta yang diadakan oleh kota seni dan sejarah ini, maka saran saya bagi yang ingin bermalam, sebaiknya memesan kamar jauh hari sebelumnya.
Tidak hanya masyarakat saja yang ingin berpartisipasi meramaikan dan mendatangi Arènes de Nïmes sebagai tempat istimewa, sejumlah artis dunia, ketika mengadakan tour di Perancis Selatan, memilih Arena Nïmes sebagai panggung pertunjukan show mereka. Dari mulai penyanyi populer Mika, Metalica, Elton John, mengubah bangunan zaman antik menjadi semakin romantik dan Bjork dengan keunikan dan energi suaranya yang menggema. Dan tentunya masih banyak artis beken lainnya yang menginginkan Arena Nïmes ini menjadi panggung spektakuler mereka.
Sudah tiga tahun belakangan ini pesta kota seluas 162 km persegi bertambah satu yaitu pertunjukan menjelang akhir tahun secara gratis bagi publik berupa pesta cahaya. Pesta yang diadakan di bulan Desember itu sebenarnya dilakukan untuk tiga monumen penting di Nïmes, dan tentunya salah satunya adalah Arènes de Nïmes. Di mana setiap malam, dalam rangka menyambut Natal dan Tahun Baru, arena yang keseharian terlihat gagah dan kokoh, ketika matahari terbenam, menjadi menggemaskan.
Penonton mulai melontarkan kekagumanya, anak-anak berteriak dan berjingkrak kegirangan. Anak bungsu kami, dibuat terheran-heran. "Bagaimana bisa Arènes de Nïmes memiliki magic untuk berubah-ubah?" tuturnya.
Itulah Arenes de Nïmes, sebuah monumen bersejarah dari masa lampau yang bertahan dengan waktu memasuki abad moderen, tanpa sedikit pun kehilangan kharismanya. Nïmes menghidupkan masa lalu Romawi dan Arènes de Nïmes salah satu saksinya. (Sumber: Kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar